Cinta pertama adalah makhluk yang membutakan mata dan menulikan telingamu
Cinta pertamaku, aku tidak dapat mengatakan itu kapan dan kepada siapa. Hingga saat ini aku belum yakin dengan perasaanku sendiri. Tapi, suatu saat nanti aku yakin aku akan mengetahui itu. Jadi, sembari menunggu saat itu tiba mari kita katakan "Aku pernah suka dengan a, b, c, d,..", bukan "Aku pernah cinta dengan a, b, c, d,..". Ok? Sebab, bagiku, cinta itu perkara yang suci, yang sepantasnya diberikan hanya pada orang yang pantas menerima.
Selama yang masih bisa kuingat, aku pernah suka dengan teman sekelasku saat aku masih SD. Dalam kesederhanaan pemikiran aku katakan pada diriku sendiri "Saat ini aku pasti sedang jatuh cinta". Haha.
Suatu ketika dia mengganggu teman perempuanku hingga menangis, saat itulah aku berlagak sok jagoan dengan memarahinya habis-habisan. Auuuh, itu memalukan. Yah, sebatas itu cinta era merah putihku.
Saat kelas satu SMP, aku pernah suka dengan teman sekelasku. Entah bagaimana ceritanya, kami selalu malu-malu saat bertemu dan tidak menolak ketika seisi kelas bersorak sorai pada kami.
Saat paling manis adalah ketika kami diminta membentuk kelompok belajar untuk satu semester dan kami berada dalam satu kelompok, atau ketika kami lembur mengerjakan mading, atau ketika kami makan siang di kantin, atau ketika kami ada proyek memelihara kebun organik di belakang sekolah.
Tapi itu semua tak bertahan lama. Setelah kenaikan kelas dia pindah sekolah, ke tempat yang jauh, sangat jauh. Lebih dari itu, suatu malam sahabat karibku menyatakan rasa sukanya pada anak laki-laki itu. Cukup sudah.
Kelas dua SMP, aku dikenalkan dengan seorang kakak tingkat oleh salah seorang temanku. Saat itu aku kelas VIII dan dia kelas XI. Sekolah kami berada dalam satu kompleks yang terdiri dari SD, SMP, SMA, dan SMK, kebetulan dia adalah siswa SMK.
Pertama kali aku mendengar namanya, itu terdengar seperti nama anak perempuan. Pertama kali aku bertemu dengannya, aku suka matanya, aku suka kesederhanaannya. Pertama kali dia mengakui perasaannya, itu seperti mimpi.
Dia anak kecil pertama yang membuat jantungku berdebar dan salah tingkah. Dia kalem dan tidak banyak bicara. Seingatku dia tak pernah menunjukkan ekspresi lain selain diam dan tersenyum.
Bahkan ketika aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan kekanakan kami, dia hanya diam dan tidak bertindak yang aneh-aneh.
Seperti itulah dia, sosok yang teduh dan damai.
Lama bagiku untuk bisa melupakannya. Hingga suatu ketika aku sampai pada sebuah kesimpulan bahwa kita tidak akan mungkin melupakan sebuah kenangan, kita hanya bisa untuk tidak memikirkannya setiap saat.
Saat ini kami sudah berada dalam dunia yang berbeda. Dia benar-benar tumbuh menjadi seorang pria, bukan anak laki-laki lagi. Bukan seorang bocah belasan tahun yang kukenal dulu.
Kami, berhenti di masa itu.
Tapi aku, tidak berhenti sampai di situ. Aku menyadari bahwa dia adalah salah satu potongan puzzle dalam hidupku.
Satu puzzle baru telah kudapatkan. Kini, aku hanya harus meneruskan mencari puzzle-puzzle yang lain untuk melengkapi kisah dalam hidupku.
Seiring berjalannya waktu, diri ini menjadi semakin dewasa. Kisah cinta pertama ini mungkin akan menjadi hal yang menggelikan untuk dikenang saat kita sudah benar-benar dewasa nanti.
SMP? menarik sekali
ReplyDeleteiya SMP
ReplyDelete:D